Minggu, 30 Januari 2011

IHHNV, Taura, Myo dan White Spot


Beberapa penyakit udang diatas dapat menyebabkan petambak udang “gigit jari” alias rugi besar. Banyak kejadian “luput” dari perhatian karena kurangnya pengetahuan mengenai jenis penyakit ini sehingga antisipasi masalah menjadi terlambat. Pepatah mengatakan “Lebih baik mencegah daripada mengobati” memang langkah terbaik, tetapi bila sudah terjadi meminimalkan kerugian adalah jalan terbaik.


Berikut adalah ciri-ciri/gejala dari IHHNV, Taura, Myo dan White Spot.
IHHNV : (Infectious Hypodhermal Hematophoietic Necrosis Virus), penyebabnya adalah virus “Parvo-Like” yang berdiameter 22 nm,penularanya pada P. vannamei adalah lewat pencernaan jaringan yang terinfeksi virus, dan mungkin lewat air yang terkontaminasi IHHNV. Bagaimanapun juga hanya penularan secara vertical dan infeksi selama perkembangan embrio atau stadia awal larva yang menyebabkan beberapa udang mengidap RDS (Runt Deformity Syndrom)/ Sindrom kerdil dan kelainan bentuk.
Tidak ada perlakuan khusus untuk mengobati RDS, tetapi dengan tindakan preventif. Penanganan RDS adalah dengan menggunakan Post Larva yang bebas IHHNV (SPF IHHNV). Induk udang P. vannamei yang telah terinfeksi IHHNV seharusnya tidak di digunakan untuk produksi nauplii. Di daerah dimana di dapat induk alam yang dijadikan sumber induk akan digunakan sebagai pemijah-pemijah alami untuk produksi nauplii di hatchery atau langsung menggunakan post larva alam ini untuk di tebar di tambak pembesaran, yang terbukti efektif mengurangi gejala RDS. Jika RDS masih muncul di dalam tambak, ganti air dini dan tebar ulang benur yang bebas IHHNV, mungkin lebih baik dibandingkan dengan membesarkan udang yang telah terinfeksi IHHNV sejak tebar. Juvenil yang telah dibesarkan di Nursery, bila terinfeksi IHHNV, seharusnya juga tidak di tebar di tambak pembesaran, karena akan menurunkan kualitas udang yang besar.
Taura : Taura Syndrom Virus (TSV) , Taura Syndrom pada umumnya menyerang juvenil P.vannamei 0.1 – 5 gram pada saat 2 – 4 minggu setelah tebar pada tambak atau bak kultur. TSV adalah penyakit yang menyerang pada kutikle epidermis kulit luar (outer exoskeleton) pada udang. Udang pada fase kronik TSV, mempunyai pola titik hitam sepanjang kulit luar. Pada saat TSV merebak, udang yang mati dan sedang sekarat akan sering terlihat di jaring atau jala yang digunakan pada sampling populasi rutin atau ditemukan tergeletak di dasar pada pembesaran di tank atau raceway. Udang yang terinfeksi TSV acute terlihat lemah dan tersingkir, soft shell dan titik pigmen kromatophore yang meluas dan warnanya terlihat lebih terang. Demikian pula dengan usus udang ini terlihat kosong.
Percobaaan untuk membunuh IHHNV maupun TSV dengan desinfeksi tambak menggunakan kapur memberikan hasil yang bervariasi. Penelitian terbaru yang meneliti penggunaan temperatur tinggi (seperti misalnya radiasi matahari) lebih baik dari pada pH tinggi untuk membunuh virus udang ini .

Myo : IMN (Infectious Myonecrosis) atau yang lebih dikenal dengan nama penyakit Myo muncul dengan tanda-tanda menyolok serangan yang akut dan tingkat kematian yang tinggi, kemudian berkembang menjadi serangan yang kronik diiringi kematian yang rendah tetapi terjadi secara terus menerus. Penyakit ini pertama diketahui oleh petambak pada September 2002 sebagai fenomena khusus pada pertambakan di Pernambuco Negara Bagian Piaul. Penularan IMN secara alami telah dipertunjukkan dalam suatu percobaan pada 2003, dengan agen penyebab yang diketahui sebagai virus baru.

Udang yang diserang menampakkan area putih necrotic di daerah tertentu atau meluas pada otot, khususnya pada bagian pinggir sisi perut dan sirip ekor, dimana dapat menjadi necrotic dan memerah pada beberapa individu udang. Walaupun perkembangan penyakit ini relatif lambat, tetapi dengan adanya kematian, FCR cenderung meningkat dan menambah
kerugian ekonomi.

Untuk penanganan penyakit ini banyak usaha harus dilakukan jauh hari sebelum tebar benur dengan penggunaan desinfektan, pengelolaan kualitas air dan pakan yang baik maupun pelaksanaan biosecurity yang ketat.

White Spot : Sindrom virus yang dikenal dengan WSSV disebabkan oleh Baculo, yaitu virus yang terdapat pada jenis crustaceae seperti: udang liar, kepiting, dan crayfish. WSSV pertama kali muncul di Asia Timur Laut tahun 1992-1993 dan dan menyebar di beberapa Negara Asia dan Indo Pasifik.
Gejala-gejala WSSV antara lain: udang lemah, pakan turun, udang hampir mati dan berenang ke pinggir tambak,warna kulit luar berubah dari merah muda menjadi coklat kemerahan Tampak tanda putih (bintik putih) dikulit luar.
WSSV dapat dideteksi dengan metode:
• Molecular Biological; PCR (Polymerase Chain Reaction)
• Histologi
Untuk pencegahan penyakit ini maka dapat dilakukan dengan : Pengeringan tambak yang cukup, sterilisasi tambak dan treatment pond, tebar dengan densitas lebih rendah untuk menurunkan tingkat stress udang, memonitor kondisi udang, terutama saat udang mogok makan dan pertumbuhan lambat, kelihatan lemah, tampak bintik putih, kolam yang terinfeksi didisinfeksi dengan Calcium Hipoclorid 40 ppm atau bahan sejenis, membuang udang yang mati. Penggunaan bibit bebas penyakit tidak cukup, juga sama pentingnya dengan menghilangkan crustacea lain yang membawa virus (WSSV dan YHV). Di Thailand, prosedur pengaturan yang direkomendasikan meliputi pengisian tambak, kemudian menggunakan insektisida yang cepat larut. Secara rasional akan cepat menghilangkan semua crustacea yang ada ditambak. WSSV tidak dapat hidup bebas diluar inang lebih dari 3-4 hari, dapat dipastikan bahwa 5 hari setelah aplikasi insektisida, tambak akan bebas virus dan dapat diisi dengan bibit yang bebas penyakit. Tidak ada pergantian air dilakukan selama bulan 1 dan 2 setelah penebaran. Jika pergantian air diperlukan, air yang masuk disaring seefektif mungkin, untuk mencegah masuknya crustacea termasuk bibit udang liar, masuk ke dalam tambak.

Dirangkum dari berbagai sumber

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar